BLOG INI BERISI BUAH PEMIKIRAN TENTANG

IMAN KEPADA YESUS KRISTUS

Maka segala info yang berkait dengan

TIADA2.COM

diluar tanggungjawab pemilik blog.

Jadi info dalam blog ini

Untuk

IMAN KEPADA YESUS KRISTUS

TUHAN dan JURU SELAMAT

Sample Text

Berjuang menjadi publisher popcashnet

Berjuang menjadi publisher merupakan suatu kesukaan tersendiri. Malam ini kembali saya posting sebuah berita tentang dapat dollar melalui publisher. Ada beberapa website yang menyediakan program publisher. Melalui program ini kita dapat mendaftar untuk menjadi publisher. Publisher yang saya maksud disini yakni kita menerbitkan iklan di blog kita. Salah satu program publisher yang saya ikuti adalah program publisher dari Popcash atau PopCash.Net - The Popunder Network. Website ini bekerja sama dengan siapa saja yang mau menjadi publisher di blog atau menerbitkan iklan dari para pemilik produk yang ada di popcash. Saya lakukan ini untuk memperkaya kerja sama melalui penyedia program “Publisher”. Melalui kerjasama ini pasti ada manfaat. Manfaatnya adalah blog terindeks google karena website popcash sangat di kenal di dunia online. Selain itu karya melalui blog dapat dibaca oleh siapa saja di seluruh dunia, dengan demikian maka saya telah berusaha menjadi berguna bagi orang lain. Tujuan lain yang lebih besar adalah mendapat dollar sebagai bagian dari doa: “Berikanlah kami hari ini makanan/rejeki yang secukupnya”. Ini doa ilahi, doa sulung dari si sulung dari Asia (Yerusalem). Doa ini masuk dalam urutan pengajaran Yesus Kristus. Itulah sebabnya saya dengan segenap kemampuan sebagai manusia yang “segambar dan serupa dengan Allah” memberdayakan kemampuan sebagai manusia yang punya kreativitas dan inovasi melalui “Blog”. Saya sering menyebut “GoBlog”. Menjadi dosen GoBlog. GoBlog dapat kita lakukan untuk banyak hal yang saling memberi manfaat bagi sesama.
Dalam postingan pagi ini saya ingin bercerita kepada siapa saja yang mengunjungi blog ini yaitu tentang “PUBLISHER”. Salah satu web terbaik (menurut penilian saya) yaitu POPCASH yang menyediakan peluang bagi siapa saja yang menggunakan website, khususnya blog untuk menjadi publisher.
Kelebihan dari POPCASH adalah menerima lebih dari satu blog. Saya sudah mendaftar beberapa blog milik saya, hebatnya semuannya diterima dalam proses waktu yang tidak terlalu lama. Ayo! jadilah publisher di popcash. Daftar melalui Link ini dengan cara Klik Disini

Penulis: Yonas Muanley

Efektivitas proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen

Efektivitas juga dapat didefinisikan dengan empat hal yang menggambarkan tentang efektivitas, yaitu: (1) mengerjakan hal-hal yang benar, di mana sesuai dengan yang seharusnya diselesaikan sesuai dengan rencana dan aturannya. (2) mencapai tingkat di atas pesaing, di mana mampu menjadi yang terbaik dengan lawan yang lain sebagai yang terbaik. (3) membawa hasil, di mana apa yang telah dikerjakan mampu memberikan hasil yang bermanfaat. (4) menangani tantangan masa depan.

Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas (hasil) yaitu mengarah pada pencapaian unjuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Pemahaman ini didukung dengan definisi Hidayat (1986) yang menyatakan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah dicapai. Di mana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya.

Penulis: Yonas Muanley


Motivasi Berprestasi dalam Mengajar

Setiap pendidik Kristen memiliki dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan dalam dirinya untuk berprestasi dalam mengajar. Kemauan berprestasi merupakan salah satu kehendak yang searah dengan peta dan gambar Allah. Sebagai seorang pendidik yang sadar dirinya adalah mahluk ciptaan Tuhan maka berprestasi merupakan maksud Allah dalam diri seorang pendidik Kristen.
Sebagai ciptaan Tuhan, manusia dilengkapi atau diberi potensi keinginan atau dorongan-dorongan yang menolongnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna untuk dirinya, sesamanya dan terlebih kepada Tuhan. Dikatakan demikian karena jika tidak ada keinginan maka manusia tidak akan terdorong melakukan sesuatu kegiatan, termasuk kegiatan dalam hubungan dengan Tuhan. Disini sebenarnya manusia telah memiliki keinginan sejak diciptakan Tuhan. Keinginan-keinginan yang mendorong manusia untuk bertindak dalam penelitian ini disebut motivasi yang selanjutnya akan dibahas dalam teori motivasi
Manusia yang memiliki keinginan-keinginan atau motivasi itu selalu mendambakan untuk keberhasilan atau prestasi atas keinginan tersebut. Artinya tidak ada manusia yang tidak mempunyai keinginan berprestasi, walaupun intensitas keberhasilan atas keinginan itu tidak sama antara satu orang dengan orang lain. Ini bergantung dari tingkat kemampuan mengelola motivasi tersebut dalam bentuk keberhasilan. Keberhasilan itu dalam penelitian ini disebut berprestasi, yang selanjutnya pengertian tentang berprestasi dalam penelitian ini akan nampak dalam pembahasan teori motivasi berprestasi yang dihubungkan dengan kerja dosen yaitu mengajar.
Jadi jika ingin berprestasi dalam mengajar maka perlu motivasi yang benar. Salah satunya yaitu kesadaran bahwa mengajar adalah kesediaan dipakai Tuhan untuk menyatakan kehendak-Nya kepada peserta didik. Faktor ini menjadi motivasi yang utama dalam keberhasilan mengajar.

Seorang dosen tidak akan dapat melaksanakan tugas mengajar kalau tidak mempunyai keinginan atau dorongan mengajar. Keinginan atau dorongan mengajar dosen juga tidak dapat ditingkatkan apabila tidak ada keinginan berprestasi atau keinginan mengalami perubahan-perubahan dalam kemampuan mengajar. Setiap dosen pasti mempunyai kemampuan yang berbeda dalam melaksanakan kegiatan kerja (mengajar) dan juga keinginan (dorongan) untuk mengerjakan kerja. Keinginan dosen untuk melaksanakan kerja itu disebut motivasi

Pemanfaatan Free Weblog Sebagai Ragam Media Instruksional Pendidikan Kristen

Zaman Yesus dan zaman kini berbeda, teknologi pada zaman Yesus dengan teknologi pada zaman kini berbeda. Yesus pada waktu melaksanakan tugas mengajar tidak mengabaikan teknologi, walaupun teknologinya sederhana yaitu perahu. Yesus memakai perahu untuk mengajar.
Yesus Kristus diutus oleh Bapa untuk misi menyelamatan manusia berdosa. Dalam menjalankan tugas misi itu, Yesus menempuhnya dengan mengajar. Yesus memanggil murid-murid-Nya yang pertama dengan memperkenalkan tujuan instruksional pengajaran, yaitu “mampu menjadi penjala manusia” (Mat. 4: 19…). Berdasarkan tujuan instruksional itu, Yesus juga memilih setting instruksional, seperti memilih bahan instruksional (misalnya ucapan atau isi bahagia yang disampaikan melalui khotbah Yesus di Bukit) tempat instruksional (misalnya mengajar di bukit), menggunakan media instruksional, yaitu Yesus mengajar orang banyak di atas perahu(Luk. 5:3),  melakukan doa instruksional (salah satunya adalah doa Bapa Kami),  dan aspek lain yang berkaitan dengan mengajar.
Berdasarkan informasi awal ini jelas menunjukkan bahwa ada disain instruksional pengajaran dengan berbagai komponen yang menunjang untuk tercapai tujuan instrusional yang telah Yesus tetapkan seperti dalam Injil Matius 4:19. Salah satu komponen yang Yesus pakai untuk mencapai tujuan instruksional adalah media instruksional, khususnya pada peristiwa Yesus mengajar orang banyak dari atas perahu. Perahu hanyalah sebuah media atau alat untuk menyampaikan informasi (pengajaran). Pada media yang sama, murid-murid-Nya dapat memakainya untuk menangkap ikan. Jadi, satu media dapat dipakai untuk banyak tujuan instruksional.
Hal yang menarik penulis untuk mengadakan penelitian ini, yakni perkembangan alat teknologi pada zaman Yesus dengan zaman sekarang tentunya sangat berbeda. Bila pada zaman dulu, Yesus memilih perahu untuk mengajar orang banyak maka sekarang ada banyak fasilitas teknologi, mulai dari sederhana sampai teknologi informasi canggih, khususnya internet dengan berbagai fasilitas yang tersedia pada internet untuk kepentingan informasi.
Perkembangan ilmu dan teknologi yang merupakan hasil dari pendidikan terhadap manusia muda, membawa dampak perubahan yang sangat besar, salah satunya adalah ditemukannya internet oleh Departemen Pertahanan Amerika pada tahun 1969. Selanjutnya internet mengalami perkembangan yang spektakuler sebagaimana yang kita saksikan sekarang dan akan lebih inovatif lagi pada masa-masa yang akan datang. Kemajuan ini harus dimanfaatkan untuk Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen. Untuk maksud inilah maka saya selalu membuat bahan ajar online berbasis weblog dengan memanfaatkan blogspot.com. Program saya adalah Dosen, Guru PAK dapat GoBlog atas profesinya sebagai pendidik Kristen.

Penulis: Yonas Muanley

Perumusan dan Penyampaian tujuan (Matius 4:19)

Yesus Berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” Ayat ini dapat disebut sebagai proklamasi tujuan atau dalam pendekatan kurikulum berbasis kompetensi maka Yesus merumuskan standar kompetensi (kemampuan) yang akan dicapai oleh murid-murid-Nya setelah murid-murid menerima sejumlah pengajaran dari Yeus.  Yesus menyampaikan tujuan-Nya kepada murid-murid yang dipanggil. Yesus dan murid-murid-Nya bekerja untuk mencapai tujuan tersebut yaitu penjala manusia (menyelamatkan manusia berdosa). Matius menulis salah satu kegiatan Yesus, yaitu memanggil empat (4) nelayan untuk menjadi murid-Nya. Kata “mari” merupakan sebuah ajakan dari  Yesus kepada dua nelayan pertama untuk menjadi murid-Nya, pengertian ini diperkuat oleh kata “ikutlah Aku” yang oleh Stefan Leks, kata :ikutilah Aku” memiliki maksud seati dengan “berjalanlah di belakangku”. Kemudian dalam kebudayaan Yudaisme pada abad I, kata “mengikuti” lazimnya diterapkan pada para murid yang menghormati, taat dan melayani (dengan berbagai cara) para rabi yang menjadi guru mereka. Matius menerapkan kata “ikutlah Aku” pada murid Yesus tetapi mengubah maknanya, yaitu: (1) bukan murid yang memilih gurunya. Panggilan datang dari Yesus dan biasanya ditanggapi dengan ketaatan langsung (bnd. Mat. 4:22; 9:9). (2) Para murid mengikuti Yesus bukan hanya sebagai pendengar melainkan sebagai rekan kerja, saksi-saksi Kerajaan Allah, pekerja dalam panenannya (bnd. Mat. 10:1-27). Para murid Yesus tidak hanya memiliki persekutuan yang erat dengan Yesus tetapi terutama kepada pribadi Yesus. (3) Matius menegaskan bahwa orang banyak mengikuti Yesus karena menemukan dalam diri Yesus seorang guru yang tidak dapat ditemukan dalam kalangan para rabi yang bertugas di sinagoge-sinagoge (bnd. Mat. 4:25; 8:1; 12:15; 14:13). (4) yesus mengkritik cara mengikuti Yesus yaitu mengikuti Yesus sebagai guru saja sementara mngikuti Yesus jauh lebih dari sekedar kagum Yesus sebagai guru, tetapi siap memikul salib. Dengan kata lain mengikuti Yesus searti dengan memikul salib Yesus (bnd. Mat. 16:24).[1]
Dalam pedoman penafsiran Alkitab Injil Matius, kata “Mari, ikutlah Aku” merupakan panggilan Yesus kepada empat murid pertama. Keempat nelayan itu mendapat panggilan yang bersifat ajakan untuk menjadi murid Yesus. Praktik Yesus sangat berbeda dengan rabi-rabi atau guru agama Yahudi zaman itu, yaitu rabi-rabi Yahudi mempunyai murid yang pergi dengan mereka. Mudir-murid guru agama Yahudi mengamati perbuatan dan mendengarkan perkataan sang guru pada setiap kesempatan, tujuannya agar kelak nanti murid-murid itu akan melakukan hal yang sama dengan gurunya. Itulah yang menjadi tanggungjawab murid-murid Yesus kepada-Nya. Dalam sumber yang sama disebutkan bahwa: arti kata “mari ikutlah Aku” dalam beberapa terjemahan lain serati dengan “Mari, jadilah murid-Ku”, atau “Mari, jadilah pengikut-Ku”. Kadang-kadang kata “ikut” dapat berarti “berjalan di belakang”. Terjemahan berjalan di belakang tidak dapat diartikan bahwa demikianlah maksud Yesus, yaitu hanya sebatas berjalan di belakang. Namun yang jelas bahwa dalam Perjanjian Baru, kata “mengikuti” diperluas artinya yaitu “mengikuti sebagai murid” Contoh perluasan arti kata “mengikuti sebagai murid”: Yohanes 1:40, 43, dalam dua ayat ini, penekanannya pada arti yang diperluas yaitu  “menjadi murid”.  Jadi,  “mengikuti” dalam Matius 4:19 sebaiknya diterjemahkan: “Mereka menjadi murid-Nya”, “mereka menjadi pengikut-Nya” atau “mereka pergi bersama-Nya. Berdasarkan penjelasan ini maka ada usulan bahwa Matius 4:21 dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Pada saat itu juga mereka meninggalkan apa yang mereka sedang kerjakan pada jala mereka dan menjadi pengikut-pengikut-Nya atau murid-murid-Nya.[2]
Menurut Matthew Henry, Frasa “kamu akan Kujadikan penjala manusia” dalam Matius 4:19 merupakan tujuan Yesus memanggil murid-murid-Nya. Tafsiran ini menjadi sesuatu yang penting karena apapun kegiatan, hendaklah memiliki sebuah tujuan. Ini berarti tujuan Yesus Kristus bagi empat nelayan pertama dalam fersi Matius yaitu “kamu akan Ku-jadikan penjala manusia”. Ungkapan penjala manusia adalah istilah kiasan. Suatu kebiasaan Yesus dalam kegiatan mengajar adalah menggunakan kiasan-kiasan untuk menyampaikan hal-hal rohani dan sorgawi. Kiasan-kiasan itu berasal dari hal-hal biasa yang umum terjadi, dan Yesus menangkap dan memakainya.[3] Apa arti menjadi penjala manusia. Istilah “penjala manusia” merupakan kata kiasan untuk menunjuk pada maksud Yesus bagi murid-murid dalam hal sebuah kehormatan yang baru ditetapkan Yesus Kristus kepada mereka (status baru/pekerjaan baru/pelayanan baru).[4]



[1] Stefan Leks, Tafsir Sinoptik, Tafsir Injil Matius (Yogyakarta : Kanisius, 2002), 107-110
[2] M.K. Sembiring, dkk (Tim Editor Edisi Kedua), Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius Edisi Kedua (Jakarta : LAI, dan Yayasan Karunia Bakti Budaya Indonesia, 2008),  86-88
[3] Matthew Henry, Injil Matius 1-14 (Surabaya : Momentum, 2007), 138
[4] Ibid

Pengertian Belajar Menurut aliran-aliran Psikologi

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari kepribadian manusia. Dalam perkembangannya, psikologi telah berpengaruh dalam berbagai disiplin ilmu. Setiap disiplin ilmu membutuhkan kebenaran ilmu psikologi yang bersifat psikologi terapan. Dalam dunia pendidikan, baik umum maupun pendidikan keagamaan (teologi) tidak dapat dipisahkan dengan pengaruh psikologi.
Kepribadian sebagaimana yang menjadi fokus perhatian para ahli psikologi, telah berpengaruh dalam dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan, manusia yang melakukan kegiatan belajar adalah manusia yang memiliki kepribadian. Sejauh mana manusia yang belajar itu mengalami perubahan yang disebabkan karena belajar. Apakah belajar adalah perubahan yang hanya terjadi dalam pengetahuan? Atau juga meliputi aspek lain yang berhubungan dengan kepribadian?. Jawabannya adalah berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh berbagai ahli psikologi pendidikan. Hasilnya adalah adanya berbagai aliran dalam psikologi pendidikan yang memiliki pemahaman dan penekanan yang berbeda tentang pengertian belajar.  Aliran-aliran itu seperti: aliran teori belajar psikologi behavioristik yang terbagi dalam rumpun psikologi asosiasi, psikologi conditioning, psikologi penguatan.
Berikut ini diuraikan tiga pengertian belajar menurut aliran-aliran psikologi belajar. Pengertian-pengertian belajar itu dapat diuraikan sebagai berikut.[1]
Pertma, aliran psikologi belajar kognitif. Menurut aliran psikologi kognitif, belajar adalah proses perubahan kognitif (pengetahuan). Aliran ini menekankan belajar pada proses mengetahui sebagai tingkat yang rendah pada tingkat yang lebih tinggi yaitu mengevaluasi.
Kedua, aliran psikologi behaviorisme. Belajar menurut aliran behavioristik tidak lain adalah peserta didik mengalami perubahan perilaku yang terjadi dalam diri nara didik karena koneksionisme yang selanjutnya mengkondisikan situasi belajar atau membentuk kebiasaan belajar, sehingga apapun hasilnya harus diberi penguatan atas respon nara didik
Ketiga, aliran psikologi belajar humanistic yaitu suatu aliran dalam psikologi belajar yang menekankan belajar pada aspek menghargai nara didik sebagai manusia yang harus dihargai atau menganggap nara didik secara positif, memperlakukan nara didik secara manusiawi. Pendekatan aliran psikologi humanistik ini mengedepankan nilai positif terhadap nara didik dan meminimalisasi aspek negatif.

Penulis: Yonas Muanley




[1] Joni Bokko, Diktat Teori Pembelajaran Jurusan PAK, 2004

Pengertian Belajar Menurut Rooijakkers dan Winkel

Pengertian belajar dalam bahasan ini akan dilihat dalam beberapa pandangan para ahli pendidikan:

Pertama, menurut Ad. Rooijakkers[1], belajar adalah proses perubahan dari tidak tahu menjadi mengerti. Menurut definisi ini nara didik mengalami belajar dalam arti sesungguhnya apabila telah mengerti dan untuk sampai pada taraf mengerti maka nara didik harus melalui tahap-tahap dalam proses belajar, yaitu: motivasi, perhatian, menerima dan mengingat, reproduksi, generalisasi, melaksanakan latihan dan umpan balik. Dengan melewati tahap ini maka nara didik akan mencapai belajar yaitu mengerti.
Kedua, menurut W.S.Winkel,[2] belajar adalah proses perubahan dari belum mampu ke arah sudah mampu. Kemampuan disini menyangkut kemampuan kognitif yang meliputi pengetahuan dan pemahaman, kemampuan sensorik-psikomotorik yang meliputi ketrampilan melaksanakan rangkaian gerak-gerik dalam urutan tertentu; kemampuan dinamik-afektif yang meliputi sikap dan nilai yang teresapi dalam perilaku dan tindakan.

Jadi, menurut kedua ahli di atas, belajar adalah proses perubahan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan dalam tiga ranah: kognitif, afektif dan psikomotorik disebut hasil belajar. Dengan demikian dapat dikatakan peserta didik yang mengalami belajar adalah peserta didik yang mengalami perubahan dalam kognitif, afektif dan psikomotorik. 

Ditulis oleh Yonas Muanley




[1]Definisi belajar dari Rooijakkers yang dikemukakan di atas disimpulkan dari gambar proses belajar (gambar 1). Lihat Ad. Rooijakkers, Mengajar dengan Sukses, Petunjuk Untuk Melaksanakan dan Menyampaikan Pengajaran (Jakarta : Gramedia, 2010), hlm. 14
[2]W.S.Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta : Gramedia, 1989), hlm. 34

Contoh Abstraksi Penelitian Mahasiswa

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran, dan variable-variabel yang mempengaruhi efektivitas proses pembelajaran di Sekolah Tinggi Teologi. Selain itu penelitian ini dilatarbelakangi oleh kerinduan untuk memperluas pemahaman dan menemukan teori yang berguna pada efektivitas proses pembelajaran.
Penelitian ini disebabkan karena adanya masalah-masalah di sekitar efektivitas proses pembelajaran yaitu bagaimana memberdayakan komponen-komponen efektivitas proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Masalah-masalah yang berhubungan dengan kompetensi paedagogik, khususnya pada kemampuan dosen merumuskan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indicator-indikatornya, motivasi berpresatasi dosen, pendidikan karakter  yang menjadi perhatian di Indonesia, minimnya kesadaran pemanfaatan weblog sebagai media online dalam proses pembelajaran.
Untuk mengatasi masalah sebagaimana yang disebutkan di atas, maka metode yang dipakai adalah metode penelitian kualitatif. Penggunaan metode ini untuk mendapatkan data secara natural/alamiah, yaitu penilaian mahasiswa terhadap variable-variabel yang diteliti.

Akhirnya dapat dikatakan bahwa efektivitas proses pembelajaran dipengaruhi oleh kemampuan memberdayakan lima komponen proses pembelajaran yaitu perumusan tujuan pembelajaran, isi/materi kuliah, pemakaian metode, penggunaan media dan evaluasi.


Penulis: Yonas Muanley


Driyakara: Memanusiakan manusia muda

Menurut Driyakara, pendidikan merupakan usaha memanusiakan manusia muda.[1]  Manusia pada dasarnya memiliki potensi yang memungkinkannya untuk berperilaku dalam aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotorik (ketrampilan). Ketiga ranah ini mengalami perubahan melalui interaksi dengan lingkungannya yakni melalui proses belajar.  Pemahaman akan proses belajar akan menjadi sesuatu yang penting bagi setiap orang agar dapat melakukannya secara efektif dan efisien. Utamanya bagi pendidik (guru dan dosen) yang bertugas untuk membantu peserta didik dalam melakukan proses belajar yang efektif dan efisien itu. Pesan yang terdapat dalam kurikulum haruslah diterjemahkan/disampaikan ke dalam suatu kegiatan belajar-mengajar agar pesan tersebut (yakni tujuan pendidikan) dapat diterima oleh peserta didik.
Menurut Joni Raka (1985:7) menyatakan bahwa belajar itu adalah suatu yang harus dilakukan sendiri (dihayati oleh yang bersangkutan), maka mengajar merupakan upaya menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar.[2]
Merujuk pada sub topik di atas yaitu pengertian proses pembelajaran, maka dalam paparan ini dikemukakan beberapa pengertian proses pembelajaran. Proses pembelajaran adalah interaksi antara pendidik dengan peserta didik, dan peserta didik dengan sumber belajar. Dalam pembelajaran terdapat dua kegiatan terstruktur yaitu belajar dan mengajar. Mengajar dilaksnakan oleh pendidik, dan belajar dilakukan oleh peserta didik. Dua kegiatan terstruktur ini memiliki landasan epistemology[3], landasan epistemology (pengetahuan tentang belajar dan mengajar) akan menolong upaya mewujudkan efektivitas pembelajaran.
Pembelajaran adalah istilah yang biasa dipakai dalam dunia pendidikan. Dan sering istilah ini dipakai untuk kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan secara formal. Kegiatan belajar dalam penelitian ini berhubungan dengan nara didik, sedangkan kegiatan mengajar berhubungan dengan dosen.
            Jadi, frasa “proses pembelajaran” dalam bahasan ini diartikan interaksi timbal balik antara pendidik (guru dan dosen) dengan peserta didik, antara sesame peserta didik,  dan antara peserta didik dengan sumber-sumber belajar yang berlangsung dalam pembelajaran untuk bidang studi tertentu yang diajarkan dalam kelas/ruang kuliah dalam setiap pertemuan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu yaitu satu semester.

Penulis : Yonas Muanley





[3] Epistemologi merupakan cabang filsafat yang memfokuskan kajiannya pada bagaimana memperoleh pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar itu dapat bertitik tolak dari teori korespondensi, koherensi dan prakmatisme, atau teori kebenaran lainnya yang diakui dalam filsafat ilmu.

Proses Pembelajaran

Manusia sejak lahir sampai dewasa selalu membutuhkan orang lain. Kebutuhan akan adanya bantuan orang lain dapat dilihat dalam berbagai konteks. Dalam bahasan ini konteksnya adalah pendidikan. Manusia membutuhkan pendidikan karena manusia sejak lahir  membutuhkan asuhan/arahan/didikan orang lain (orang dewasa). Orang dewasa dalam konteks pendidikan adalah orang yang memiliki pengetahuan yang luas, memiliki karakteristik unggul yang olehnya mampu memberikan tuntunan atau bimbingan kepada orang yang belum dewasa (peserta didik).
Sebelum mendefinisikan pengertian proses pembelajaran, maka penulis berusaha memaparkan apa itu pendidikan. Perluasan pengertian pendidikan itu dapat dicermati dalam beberapa definisi berikut ini:
John Dewey. Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Dalam definisi ini menekankan dua hal yaitu alam dan sesama manusia. Artinya proses menunutun kemanusiaan manusia muda diarahkan pada relasi yang harmonis antara manusia dengan alam di mana manusia berada, dan antara sesama manusia karena sejatinya manusia adalah makluk social/makluk pertemanan. [1] 
M.Y. Langeveld. Pendidikan adalah mempengaruhi anak dalam usaha membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja antara orang dewasa dengan anak/orang yang belum dewasa. Pengertian orang dewasa dan belum dewasa dalam definisi ini tidak dalam pengertian usia tetapi dalam arti tingkat kemampaun yang dimiliki.  Y.H.E.Y. Hoogeveld. Mendidik adalah membantu peserta didik supaya memiliki kecakapan  menyelenggarakan tugas hidupnya atas tanggungjawabnya sendiri. [2]
SA. Branata dkk. Pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaannya. Rousseau, Pendidikan adalah upaya memberi peserta didik perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, yang akan dibutuhkannya pada waktu dewasa. Ki Hajar Dewantara, Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Prof. S. Brojonagoro, Mendidik adalah memberi tuntutan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani. [3]
Driyakara. Pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda. Pendidikan adalah kumpulan dari semua proses yang memungkinkan seseorang mampu mengembangkan seluruh kemampuan (potensi) yang dimilikinya, sikap-sikap dan bentuk-bentuk perilaku yang bernilai positif di masyarakat tempat individu yang bersangkutan berada. Pendidikan adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan sesuatu hal yang telah diketahui itu (olah potensi cipta, rasa dan karsa). Pendidikan adalah upaya sadar manusia untuk membuat perubahan dan perkembangan agar kehidupannya menjadi lebih baik, dalam artian menjadi lebih maju (olah kemajuan potensi cipta, rasa dan karsa). [4]
Definisi para ahli pendidikan tersebut di atas menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha menuntun peserta didik ke dalam fungsi pembelajaran dalam tiga area atau ranah, yaitu: [5]
1. bidang kognitif, yakni yang berkenaan dengan aktivitas mental, seperti ingatan pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan mencipta. Atau perubahan ranah kognitif berupa bertambah dan makin kuatnya konsep pengetahuan.
2. bidang afektif yakni berkenaan dengan sikap dan rahasia diri, atau perubahan afektif berupa timbuh dan bertambahnya keinsafan  dan kesadaran akan fungsi dan kebermaknaan pengetahuan yang kini dimilikinya.
3. bidang psikomotor yang berkenaan dengan aktivitas fisik seperti keterampilan hidup dan pertukangan. Atau perubahan psikomotor yang menunjukkan makin berkembangnya ketrampilan yang kini dan kelak dapat menyebabkan dirinya mampu mempertahankan diri.
Tiga domeni tersebut di atas merupakan kemampuan yang ada dalam diri peserta didik atau manusia muda. Ketiga domein inilah yang perlu dikembangkan melalui pendidikan sehingga peserta didik cakap melaksanakan tanggungjawabnya sebagai manusia yang Tuhan tempatkan di bumi. Menyebut Tuhan di sini didasari oleh pemahaman bahwa siapapun manusia, ia adalah ciptaan Tuhan. Tuhan telah memberi tiga kemampuan (kognitif, afektif dan psikomotorik) itu dalam diri setiap orang. Memang diakui bahwa istilah ini menjadi popular ketika Benyamin W. Bloom mempopulerkan evaluasi belajar (perubahan) yang diarahkan pada tiga ranah. Istilah ini memang ciptaan manusia, tetapi kemampuan yang dibahasakan dalam tiga istilah itu sebenarnya telah dikurikulumkan[6] Tuhan dalam diri setiap manusia.
Pemaparan di atas memperjelas apa itu pendidikan. Ada pula kata lain yang berdekatan dengan pendidikan yaitu kata “mendidik” dan “mengajar”. Dua frasa yang terakhir ini penting untuk dipahami karena ada sangkut pautnya dengan variable utama penelitian disertasi ini yaitu “… pembelajaran …” Kata mendidik adalah kata kunci dari pendidikan. Menurut Langeveld, mendidik adalah usaha mempengaruhi dan membimbing anak dalam usaha mencapai kedewasaan. Menurut Hoogveld, mendidik adalah membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya.
Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Sedangkan mengajar menurut M.Sukardjo dan Ukim Komarudin[7] menyatakan:mengajar adalah menyajikan bahan ajar tertentu berupa sejumlah pengetahuan, nilai, dan atau deskripsi keterampilan kepada seseorang atau sekumpulan orang dengan maksud agar pengetahuan yang diperlukannya sekarang atau untuk pekerjaan yang akan dijalaninya tumbuh, sehingga ia dapat mengembangkan  atau meningkatkan intelegensinya secara intelektual. Untuk membandingkan perbedaan tiga kata itu maka dijelaskan bahwa  mengajar merupakan sebagian kecil dari mendidik. Sedangkan mendidik memerlukan tanggungjawab lebih besar dari pada mengajar. Mendidik ialah membimbing pertumbuhan anak, jasmani maupun rohani dengan sengaja, bukan saja untuk kepentingan pengajaran sekarang melainkan utamanya untuk kehidupan seterusnya di masa depan.[8]
Berbagai pengertian di atas menunjukkan bahwa bahwa manusia menurut keberadaan kodratnya, adalah mahluk yang bersifat labil sehingga sepanjang hidupnya tidak pernah berada dalam kecukupan, kecukupan secara lahir maupun batin, kecukupan secara individual maupun social. Oleh karena itu maka manusia yang belum dewasa (masih butuh didikan) membutuhkan bimbingan orang dewasa (orang yang lebih dewasa). Manusia itu memiliki kodrat kejiwaan, yaitu cipta (cipta mempunyai sifat kodrat mencipta/creativity), yaitu cenderung mencipta hal-hal baru yang bernilai lebih besar. Sedangkan rasa bersifat kodrat kepekaan (sensitivity), yaitu cenderung memberikan penilaian secara menyeluruh berimbang (esthetic) dalam memutuskan sesuatu. Sementara karsa yaitu manusia memiliki sifat kodrat nafsu atau keinginan berlebih (desirous). Ketiga aspek ini butuh pendidikan (tuntunan orang lain).
Pendidikan sebagaimana yang dimaksud di atas berguna untuk kelangsungan hidup manusia. Ketiga aspek kejiwaan manusia yang disebutkan diatas sangat menentukan fungsinya dalam satu rangkaian kesatuan. Tanpa potensi cipta, kreativitas dalam bentuk hal-hal baru tidak mungkin dan jika tidak ada hal-hal baru, manusia pun terancam kelangsungan hidupnya. Misalnya, dalam memenuhi kebutuhan pangan, mengingat badan manusia cenderung lemah, maka manusia tidak bisa langsung mengonsumsi bahan mentah yang tersedia dari sumber daya alam. Manusia harus mengolahnya secara intensif agar ketersediaan pangan cukup dan bisa menjamin kesehatan badan. Begitu pula halnya dalam memenuhi kebutuhan sandang dan papan. Manusia harus kreatif mencipta produk-produk baru agar bisa menyesuaikan diri dengan kondisi alam di mana mereka hidup. Kreativitas cipta tersebut sebenarnya selalu berhubungan dengan dorongan potensi karsa, di mana sifat kodrat karsa selalu cenderung ingin mendapatkan sesuatu yang lebih baik (kualitas) dan bahkan lebih banyak (kuantitas)[9]
Setiap manusia memerlukan pendidikan (pembimbingan secara berkelanjutan) agar terbina aspek lahir maupun batin, baik secara individual maupun social yang berakar pada kodrat kejiwaan manusia, yaitu cipta, rasa dan karsa. Dengan kata lain potensi cipta, rasa dan karsa pada setiap manusia perlu mendapat pembimbingan secara berkelanjutan. Disinilah manusia membutuhkan pendidikan.
Kebutuhan manusia akan pendidikan disebabkan oleh karena manusia merupakan makhluk yang bergelut secara intens dengan pendidikan. Hal ini menyebabkan manusia dijuluki sebagai animal educandum dan animal educandus secara sekaligus, yaitu sebagai makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik. Dengan kata lain, manusia adalah adalah makhluk yang senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri.[10]
Pendidikan dimulai dari keluarga atas anak yang belum mandiri, kemudian diperluas di lingkungan tetangga atau komunitas sekitar, lembaga persekolahan, persekolahan formal, dan lain-lain tempat anak-anak mulai dari kelompok kecil sampai rombongan relatif besar (lingkup makro) dengan pendidikan dimulai dari guru rombongan/kelas yang mendidik secara mikro dan menjadi pengganti orangtua. 
Berdasarkan uraian di atas, setiap orang membutuhkan proses perubahan dalam tiga aspek yaitu kemampuan berpikir (pengetahuan), afeksi (sikap) dan ketrampilannya. Proses demikian dalam konteks pendidikan disebut dengan proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran ada interaksi timbale balik antara orang dewasa (berpengetahuan luas, berkarakter unggul) dan yang belum dewasa (peserta didik).

Penulis: Yonas Muanley




[1] H.Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hlm. 69
[6]Kata  “dikurikulumkan Tuhan” dalam bahasan ini dipahami dalam konteks pemahaman bahwa kurikulum adalah perencanaan yang mengatur/menetapkan tujuan, isi, proses dan penilaian. Maka sebenarnya Tuhan telah menetapkan suatu tujuan dalam kehidupan manusia dan pencapaiannya membutuhkan proses dan penilaian. Istilah demikian telah penulis pakai dalam pembahasan “Kurikulum dalam Alkitab dan Alkitab di dalam Kurikulum” Sebuah bahan Ajar Strategi dan Kurikulum Pendidikan Agama Kristen yang telah dionlinekan melalui media halaman website dengan alamat: http://yonas-muanley.blogspot.com 
[7] M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, hlm. 10-11
[8] M.Sukardjo dan Ukim Komarudin, hlm. 10-11
[9] Suparlan Suhartono, Wawasan Pendidikan Sebuah Pengantar Pendidikan (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media Group, 2008), hlm. 15-16
[10]M.Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya (Jakarta :Rajawali Pers, 2009), hlm. 1

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Recent Posts

PHOTO GALLERY

Download

BAN

Blogger Tricks

Blogger Themes

Popular post

About Me

Yonas Muanley
Lihat profil lengkapku