BLOG INI BERISI BUAH PEMIKIRAN TENTANG

IMAN KEPADA YESUS KRISTUS

Maka segala info yang berkait dengan

TIADA2.COM

diluar tanggungjawab pemilik blog.

Jadi info dalam blog ini

Untuk

IMAN KEPADA YESUS KRISTUS

TUHAN dan JURU SELAMAT

Sample Text

Proses Pembelajaran

Manusia sejak lahir sampai dewasa selalu membutuhkan orang lain. Kebutuhan akan adanya bantuan orang lain dapat dilihat dalam berbagai konteks. Dalam bahasan ini konteksnya adalah pendidikan. Manusia membutuhkan pendidikan karena manusia sejak lahir  membutuhkan asuhan/arahan/didikan orang lain (orang dewasa). Orang dewasa dalam konteks pendidikan adalah orang yang memiliki pengetahuan yang luas, memiliki karakteristik unggul yang olehnya mampu memberikan tuntunan atau bimbingan kepada orang yang belum dewasa (peserta didik).
Sebelum mendefinisikan pengertian proses pembelajaran, maka penulis berusaha memaparkan apa itu pendidikan. Perluasan pengertian pendidikan itu dapat dicermati dalam beberapa definisi berikut ini:
John Dewey. Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Dalam definisi ini menekankan dua hal yaitu alam dan sesama manusia. Artinya proses menunutun kemanusiaan manusia muda diarahkan pada relasi yang harmonis antara manusia dengan alam di mana manusia berada, dan antara sesama manusia karena sejatinya manusia adalah makluk social/makluk pertemanan. [1] 
M.Y. Langeveld. Pendidikan adalah mempengaruhi anak dalam usaha membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja antara orang dewasa dengan anak/orang yang belum dewasa. Pengertian orang dewasa dan belum dewasa dalam definisi ini tidak dalam pengertian usia tetapi dalam arti tingkat kemampaun yang dimiliki.  Y.H.E.Y. Hoogeveld. Mendidik adalah membantu peserta didik supaya memiliki kecakapan  menyelenggarakan tugas hidupnya atas tanggungjawabnya sendiri. [2]
SA. Branata dkk. Pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaannya. Rousseau, Pendidikan adalah upaya memberi peserta didik perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, yang akan dibutuhkannya pada waktu dewasa. Ki Hajar Dewantara, Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Prof. S. Brojonagoro, Mendidik adalah memberi tuntutan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani. [3]
Driyakara. Pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda. Pendidikan adalah kumpulan dari semua proses yang memungkinkan seseorang mampu mengembangkan seluruh kemampuan (potensi) yang dimilikinya, sikap-sikap dan bentuk-bentuk perilaku yang bernilai positif di masyarakat tempat individu yang bersangkutan berada. Pendidikan adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan sesuatu hal yang telah diketahui itu (olah potensi cipta, rasa dan karsa). Pendidikan adalah upaya sadar manusia untuk membuat perubahan dan perkembangan agar kehidupannya menjadi lebih baik, dalam artian menjadi lebih maju (olah kemajuan potensi cipta, rasa dan karsa). [4]
Definisi para ahli pendidikan tersebut di atas menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha menuntun peserta didik ke dalam fungsi pembelajaran dalam tiga area atau ranah, yaitu: [5]
1. bidang kognitif, yakni yang berkenaan dengan aktivitas mental, seperti ingatan pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan mencipta. Atau perubahan ranah kognitif berupa bertambah dan makin kuatnya konsep pengetahuan.
2. bidang afektif yakni berkenaan dengan sikap dan rahasia diri, atau perubahan afektif berupa timbuh dan bertambahnya keinsafan  dan kesadaran akan fungsi dan kebermaknaan pengetahuan yang kini dimilikinya.
3. bidang psikomotor yang berkenaan dengan aktivitas fisik seperti keterampilan hidup dan pertukangan. Atau perubahan psikomotor yang menunjukkan makin berkembangnya ketrampilan yang kini dan kelak dapat menyebabkan dirinya mampu mempertahankan diri.
Tiga domeni tersebut di atas merupakan kemampuan yang ada dalam diri peserta didik atau manusia muda. Ketiga domein inilah yang perlu dikembangkan melalui pendidikan sehingga peserta didik cakap melaksanakan tanggungjawabnya sebagai manusia yang Tuhan tempatkan di bumi. Menyebut Tuhan di sini didasari oleh pemahaman bahwa siapapun manusia, ia adalah ciptaan Tuhan. Tuhan telah memberi tiga kemampuan (kognitif, afektif dan psikomotorik) itu dalam diri setiap orang. Memang diakui bahwa istilah ini menjadi popular ketika Benyamin W. Bloom mempopulerkan evaluasi belajar (perubahan) yang diarahkan pada tiga ranah. Istilah ini memang ciptaan manusia, tetapi kemampuan yang dibahasakan dalam tiga istilah itu sebenarnya telah dikurikulumkan[6] Tuhan dalam diri setiap manusia.
Pemaparan di atas memperjelas apa itu pendidikan. Ada pula kata lain yang berdekatan dengan pendidikan yaitu kata “mendidik” dan “mengajar”. Dua frasa yang terakhir ini penting untuk dipahami karena ada sangkut pautnya dengan variable utama penelitian disertasi ini yaitu “… pembelajaran …” Kata mendidik adalah kata kunci dari pendidikan. Menurut Langeveld, mendidik adalah usaha mempengaruhi dan membimbing anak dalam usaha mencapai kedewasaan. Menurut Hoogveld, mendidik adalah membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya.
Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Sedangkan mengajar menurut M.Sukardjo dan Ukim Komarudin[7] menyatakan:mengajar adalah menyajikan bahan ajar tertentu berupa sejumlah pengetahuan, nilai, dan atau deskripsi keterampilan kepada seseorang atau sekumpulan orang dengan maksud agar pengetahuan yang diperlukannya sekarang atau untuk pekerjaan yang akan dijalaninya tumbuh, sehingga ia dapat mengembangkan  atau meningkatkan intelegensinya secara intelektual. Untuk membandingkan perbedaan tiga kata itu maka dijelaskan bahwa  mengajar merupakan sebagian kecil dari mendidik. Sedangkan mendidik memerlukan tanggungjawab lebih besar dari pada mengajar. Mendidik ialah membimbing pertumbuhan anak, jasmani maupun rohani dengan sengaja, bukan saja untuk kepentingan pengajaran sekarang melainkan utamanya untuk kehidupan seterusnya di masa depan.[8]
Berbagai pengertian di atas menunjukkan bahwa bahwa manusia menurut keberadaan kodratnya, adalah mahluk yang bersifat labil sehingga sepanjang hidupnya tidak pernah berada dalam kecukupan, kecukupan secara lahir maupun batin, kecukupan secara individual maupun social. Oleh karena itu maka manusia yang belum dewasa (masih butuh didikan) membutuhkan bimbingan orang dewasa (orang yang lebih dewasa). Manusia itu memiliki kodrat kejiwaan, yaitu cipta (cipta mempunyai sifat kodrat mencipta/creativity), yaitu cenderung mencipta hal-hal baru yang bernilai lebih besar. Sedangkan rasa bersifat kodrat kepekaan (sensitivity), yaitu cenderung memberikan penilaian secara menyeluruh berimbang (esthetic) dalam memutuskan sesuatu. Sementara karsa yaitu manusia memiliki sifat kodrat nafsu atau keinginan berlebih (desirous). Ketiga aspek ini butuh pendidikan (tuntunan orang lain).
Pendidikan sebagaimana yang dimaksud di atas berguna untuk kelangsungan hidup manusia. Ketiga aspek kejiwaan manusia yang disebutkan diatas sangat menentukan fungsinya dalam satu rangkaian kesatuan. Tanpa potensi cipta, kreativitas dalam bentuk hal-hal baru tidak mungkin dan jika tidak ada hal-hal baru, manusia pun terancam kelangsungan hidupnya. Misalnya, dalam memenuhi kebutuhan pangan, mengingat badan manusia cenderung lemah, maka manusia tidak bisa langsung mengonsumsi bahan mentah yang tersedia dari sumber daya alam. Manusia harus mengolahnya secara intensif agar ketersediaan pangan cukup dan bisa menjamin kesehatan badan. Begitu pula halnya dalam memenuhi kebutuhan sandang dan papan. Manusia harus kreatif mencipta produk-produk baru agar bisa menyesuaikan diri dengan kondisi alam di mana mereka hidup. Kreativitas cipta tersebut sebenarnya selalu berhubungan dengan dorongan potensi karsa, di mana sifat kodrat karsa selalu cenderung ingin mendapatkan sesuatu yang lebih baik (kualitas) dan bahkan lebih banyak (kuantitas)[9]
Setiap manusia memerlukan pendidikan (pembimbingan secara berkelanjutan) agar terbina aspek lahir maupun batin, baik secara individual maupun social yang berakar pada kodrat kejiwaan manusia, yaitu cipta, rasa dan karsa. Dengan kata lain potensi cipta, rasa dan karsa pada setiap manusia perlu mendapat pembimbingan secara berkelanjutan. Disinilah manusia membutuhkan pendidikan.
Kebutuhan manusia akan pendidikan disebabkan oleh karena manusia merupakan makhluk yang bergelut secara intens dengan pendidikan. Hal ini menyebabkan manusia dijuluki sebagai animal educandum dan animal educandus secara sekaligus, yaitu sebagai makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik. Dengan kata lain, manusia adalah adalah makhluk yang senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri.[10]
Pendidikan dimulai dari keluarga atas anak yang belum mandiri, kemudian diperluas di lingkungan tetangga atau komunitas sekitar, lembaga persekolahan, persekolahan formal, dan lain-lain tempat anak-anak mulai dari kelompok kecil sampai rombongan relatif besar (lingkup makro) dengan pendidikan dimulai dari guru rombongan/kelas yang mendidik secara mikro dan menjadi pengganti orangtua. 
Berdasarkan uraian di atas, setiap orang membutuhkan proses perubahan dalam tiga aspek yaitu kemampuan berpikir (pengetahuan), afeksi (sikap) dan ketrampilannya. Proses demikian dalam konteks pendidikan disebut dengan proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran ada interaksi timbale balik antara orang dewasa (berpengetahuan luas, berkarakter unggul) dan yang belum dewasa (peserta didik).

Penulis: Yonas Muanley




[1] H.Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hlm. 69
[6]Kata  “dikurikulumkan Tuhan” dalam bahasan ini dipahami dalam konteks pemahaman bahwa kurikulum adalah perencanaan yang mengatur/menetapkan tujuan, isi, proses dan penilaian. Maka sebenarnya Tuhan telah menetapkan suatu tujuan dalam kehidupan manusia dan pencapaiannya membutuhkan proses dan penilaian. Istilah demikian telah penulis pakai dalam pembahasan “Kurikulum dalam Alkitab dan Alkitab di dalam Kurikulum” Sebuah bahan Ajar Strategi dan Kurikulum Pendidikan Agama Kristen yang telah dionlinekan melalui media halaman website dengan alamat: http://yonas-muanley.blogspot.com 
[7] M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, hlm. 10-11
[8] M.Sukardjo dan Ukim Komarudin, hlm. 10-11
[9] Suparlan Suhartono, Wawasan Pendidikan Sebuah Pengantar Pendidikan (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media Group, 2008), hlm. 15-16
[10]M.Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya (Jakarta :Rajawali Pers, 2009), hlm. 1

0 komentar:

Posting Komentar

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Recent Posts

PHOTO GALLERY

Download

BAN

Blogger Tricks

Blogger Themes

Popular post

About Me

Yonas Muanley
Lihat profil lengkapku